Kurikulum Merdeka, Berkah bagi Layanan BK di Sekolah

Ali Mustahib Elyas

Kurikulum Merdeka merupakan berkah bagi guru Bimbingan dan Konseling (BK). Kurikulum Merdeka menjadi semacam penguatan bagi pelaksanaan prinsip-prinsip umum layanan BK. Yakni, bimbingan merupakan proses dalam membantu individu sepaya mereka bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi, bimbingan harus berfokus pada individu yang dibimbing, harus fleksibel, dan identifikasi kebutuhan harus benar-benar dirasakan oleh individu yang dibimbing.  

Prinsip-prinsip layanan BK tersebut menegaskan satu hal bahwa layanan yang dilakukan harus berfokus pada individu yang dilayani. Dalam konteks pendidikan, layanan BK dilakukan dengan berfokus pada siswa (student oriented). Dalam pelaksanaan layanan BK, siswa merupakan subyek yang diharapkan dapat mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya melalui bantuan guru BK. Untuk itu fleksibelitas pelaksanaan layanan harus benar-benar dapat dilakukan guru BK.

Pelaksanaan layanan BK di sekolah yang memandang siswa sebagai subyek dan menjadi fokus layanan, melahirkan konsekuensi berupa keharusan guru BK melakukan assessment sebelum merancang program layanan BK. Assessment bertujuan untuk mengetahui sejumlah daftar kebutuhan siswa yang dalam konteks layanan BK meliputi empat bidang layanan yaitu bidang layanan pribadi, sosial, belajar, dan karir.

Secara umum assessment dalam BK dibedakan menjadi dua, yaitu assessment tes dan assessment non tes. Assessment tes hanya boleh digunakan oleh sebagian guru BK yang telah memiliki sertifikasi sebagai konselor. Menurut Gantina Komalasari assessment tes bersifat obyektif dan terstandar yang berguna untuk mengukur sampel tingkah laku tertentu. Adapun assessment non tes dapat dilakukan oleh semua guru BK. Assessment non tes meliputi angket,  observasi, wawancara, sosiometri, daftar cek masalah, alat ungkap masalah (AUM), inventori tugas perkembangan (ITP), self report, otobiografi, dan catatan kumulatif.  

Dalam Kurikulum Merdeka terdapat istilah assessment diagnostik. Assessment ini dilakukan untuk mengidentifikasi keterampilan, kekuatan, dan kelemahan siswa, sehingga pembelajaran dapat disesuaikan berdasarkan kondisi atau kebutuhan siswa. Ada dua macam assessment diagnostik yaitu assessment diagnostik kognitif dan  assessment diagnostik non kognitif. Assessment diagnostik kognitif bertujuan untuk mengetahui pencapaian kemampuan siswa di bidang pengetahuan. Sedangkan  assessment diagnostik non kognitif bertujuan untuk mengetahui status psikososial dan emosional siswa, kegiatan belajar di rumah, dan kondisi keluarga.

Pelaksanaan assessment dalam BK beririsan dengan assessment non kognitif dalam Kurikulum Merdeka. Itulah sebabnya mengapa Kurikulum Merdeka dapat dipandang sebagai berkah bagi praktik pelaksanaan layanan BK di sekolah. Setidaknya ada tiga berkah terkait dengan hal itu. Pertama, menjadi support system bagi kerja-kerja layanan BK yang selalu dimulai dari melakukan need assessment guna menyusun program layanan BK yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Dengan demikian, layanan BK telah menerapkan layanan yang berdifferensiasi seperti yang sekarang dianjurkan dalam Kurikulum Merdeka. Kedua, terjadi distribusi lebih luas pelaksanaan assessment nonkognitif pada semua guru, bukan hanya bertumpu pada guru BK saja, sehingga semakin banyak data yang dimiliki guru tentang kondisi para siswanya. Ketiga, terjadi kolaborasi yang lebih nyata antara guru BK dengan para guru bidang studi lainnya. Hal ini sangat besar artinya bagi peningkatan profesionalitas semua guru dan menciptakan kondisi lingkungan kerja di sekolah yang kondusif karena adanya semangat saling mendukung antar sesama guru.